permasalahan memandu [ B A B V ; KEPARIWISATAAN 1 ]
BY ; 3 SA 03
Irma Suciyati ; Ivo Angelia ; Kunti Nugrahesty ; Mariatusopiyah ; Mitha Prastami ; Neng Asih
PERMASALAHAN MEMANDU
A. PROBLEMA KOMUNIKASI
Permasalahan yang paling sering terjadi dalam pemanduan adalah problema komunikasi. Problem komunikasi adalah masalah dimana seseorang salah mengerti tentang apa yang sedang dibicarakan sehingga terjadi ha-hal yang tidak diinginkan. Adapun faktor-faktor yang merugikan aktifitas komunikasi tersebut antara lain adalah :
1. Faktor motivasi.
Motivasi seseorang atau kelompok dapat mempengaruhi opini. Kepentingan seseorang akan mendorong orang itu berbuat dan bersikap sesuai dengan kebutuhannya. Komunikasi yang tidak sesuai dengan motivasi tersebut akan mendapat kesulitan- kesulitan.
2. Faktor prasangka / prejudice.
Bila seseorang sudah berprasangka terhadap sesuatu maka penilaiannya tidak obyektif lagi dan tidak berdasarkan ratio. Mereka menilai berdasarkan emosi atau sentimen semata , pandangannya hanya di arahkan pada segi-segi negatifnya saja.
3. Faktor semantic.
Kata-kata sering mempunyai arti tidak sama atau ejaannya berbeda, tetapi bunyinya hampir sama. Hal demikian dapat menimbulkan salah pengertian dan sangat mengganggu.
4. Faktor suara.
Gangguan ini bisa disebabkan karena suara yang disengaja ataupun tidak. Dapat dari lingkungan sendiri ataupun dari luar.
Dan untuk mengatasi berbagai macam problem-problem komunikasi yang timbul tersebut maka sebaiknya pemandu dapat mengatasi dengan baik.
Adapun beberapa caranya adalah sebagai berikut :
1. Berbicara pelan-pelan dengan intonasi yang jelas, hal ini dapat mengatasi faktor semantic yang ada sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara pemandu dan wisatawan.
2. Berhenti berbicara jika terdapat gangguan, ini mengatasi problem suara yang ada. Sebaiknya pemandu berhenti berbicara jika terdapat gangguan, baik yang di sengaja atau tidak dan dapat melanjutkannya kembali jika gangguan suara itu telah hilang.
3. Melakukan pendekatan manusiawi, ini dapat mengatasi problem dari faktor prejudice dan motivasi. Maksudnya adalah mengusahakan agar orang yang berprasangka tersebut mengerti persoalannya dengan jelas. Pemandu harus menerapkan bahwa setiap orang ingin dianggap penting, contohnya dengan menokohkan orang tersebut.
4. Sikap ksatria, maksudnya disini adalah berani dengan terang-terangan mengakui kesalahannya dan bertanggung jawab akan hal itu. Bersedia mengakui kesalahan adalah mutlak harus dimiliki seorang pemandu wisata.
B. PROBLEMA PERJALANAN
Masalah lain yang menjadikan terganggunya kelancaran perjalanan wisata adalah kesulitan-kesulitan yang timbul karena perjalanan itu sendiri. Persoalan yang pada umumnya timbul adalah :
1. Pembukuan yang tidak ada.
Ini bisa disebabkan keteledoran personalia yang lupa tidak meneruskan berita konfirmasi dari perjalanan. Dalam hal ini terjadi pada wisatawan yang dilayani si pemandu, ia harus segera menyelesaikan masalah tersebut . Semua dokumen-dokumen yang mengatur perjalanan itu harus diminta pada wisatawan.
Tidak jarang biro perjalanan Negara asal membuat kesalahan pembukuan yang belum confirmed seluruhnya. Confirmed artinya dalam ticket tercantum pembukuan pasti (OK) sesuai dengan daftar pasasi (;penumpang) yang didapat dari kantor pusatnya.
Mengalami hal demikian pemandu harus mengambil beberapa alternatif yang dapat diterima semua pihak. Misalnya meredakan emosi wisatawan dengan cara ; lebih baik menjadi penumpang standby(; menunggu di pelabuhan udara) kalau ada tempat kosong. Meyakinkan wisatawan bahwa keadaaan itu tidak akan menjadikan berubah, meskipun harus marah-marah. Adapun alasannya petugas penerbangan tidak akan berani, karena hukum, merubah posisi tempat duduk , apalagi mencoret nama penumpang yang telah pasti (; confirmed) . Konsekwensi dari membatalkan keberangkatan penumpang yang telah confirmed dengan ticket international adalah perusahaan penerbangan harus menjamin akomodasi dan makanan penumpang yang batal berangkat tersebut.
Jika wisatawan gagal mendapatkan tempat duduk, usahakan penerbangan lain atau kendaraan lain yang memungkinkan dan bisa diterima wisatawan.
2. Pembukuan di hotel tidak ada.
Disebabkan karena memang biro perjalanan di negara asal belum mendapat konfirmasi dari pihak hotel, namun memaksa memberangkatkan wisatawan langganannya. Dapat pula disebabkan kesalahan pihak hotel. Maka konsekwensinya, hotel harus mencarikan akomodasi dengan standard yang sama. Sedangkan bila pembukuan tersebut memang benar-benar tidak ada, pemandu dengan bantuan biro perjalanan mencarikan hotel yang lain. Demikian pula bila ada complaint ( : kecaman ) terhadap layanan hotel, pemandu harus berusaha memberikan argumentasi guna membuat wisatawan memakluminya. Kecuali jika keadaan keterlaluan dalam arti merugikan secara meteriil, maka pemandu harus membantu menyelesaikannya dengan fihak management hotel.
3. Kondisi kendaraan wisata yang tidak memuaskan.
Seringkali wisatawan mengecam kondisi kendaraan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Terutama yang menyangkut fasilitasnya. Misalnya, diperjanjikan bus AC, ternyata tidak. Keadaan bus atau mobil kotor. Pemandu harus mencoba mengatasi persoalan dengan mengadakan perbaikan-perbaikan jika ini mungkin. Namun bila gagal dan tidak ada alternative lain, satu-satunya jalan adalah menurunkan emosi dengan cerita lucu atau berargumen bahwa yang hendak dilihat adalah objek wisata bukan cara mencapainya. Adalah mengecewakan, jika sudah jauh berkunjung kemari, tidak melakukan apa yang direncanakan.
Tak ada orang yang tahu apa yang akan terjadi, demikian pula pemandu tidak tahu bahwa akan mendapatkan kendaraan seperti ini. Membiarkan orang itu bicara banyak-banyak adalah salah satu resep Dr. Dale Carnegie untuk melayani tuntutan-tuntutan agar ia terpikat pada anda sendiri.
Presiden Lincoln pernah berkata : “ Orang lebih mudah menangkap lalat dengan sirop daripada dengan cuka “. Jadi lebih mudah menangkap orang dengan keramahtamahan yang manis daripada dengan gertakan kecut.
C. PROBLEMA BARANG BAWAAN
Seringkali kita mengalami kenyataan barang bawaan atau bagasi yang diserahkan kepada perusahaan penerbangan pada waktu check-in, tidak ada waktu hendak di ambil kembali pada saat samapai di pelabuhan tujuan. Hal ini dapat disebabkan bermacam – macam sebab :
1) Tidak terbawa waktu pesawat sudah berangkat
2) Tidak ikut diturunkan pada saat sampai, karena dikira barang bagasi transit
3) Termuat dalam penerbangan lain
4) Sebab – sebab lainnya, misalnya pencurian dll.
Untuk bagasi tercatat oleh pengangkut dibuat suatu dokumen umum yaitu tiket bagasi atau bagage tage. Umumnya dalam praktek ditempatkan pada tiket penerbangan.
Dalam perjanjian Warsawa th 1929 dan juga Protocol Hague 1955, dimana Indonesia ikut serta sebagai negara pihak, dipergunakan prinsip – prinsip sebagai berikut :
a) Presumption Liability
Prinsip ini menyatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang diderita penumpang atau pengirim barang, karena bagasinya rusak, hilang atau terlambat datang. Pihak yang dirugikan tidak usah membuktikan haknya atas ganti rugi.
b) Limitation Liability
Prinsipnya adalah bahwa tanggung jawab pengangkut dibatasi sampai suatu jumlah tertentu. Prinsip ini merupakan imbangan prinsip Presumption Liability, dan juga merupakan pendorong bagi pengangkut untuk menyelesaikan tuntutan ganti rugi dengan jalan “damai”. Limit ganti rugi tidak boleh terlalu rendah dan tidak boleh terlalu tinggi.
Besarnya ganti rugi dalam penerbangan Internasional menurut perjanjian Warsawa 1929 adalah sebesar 250 gold franc per kilogram, sama dengan barang kiriman ( cargo ). Berat bagasi yang diperkenankan (: baggage allowance) untuk penumpang kelas ekonomi adalah 20kg, sedang kelas satu 30kg. Dengan demikian dalam hal barang hilang atau lama tidak diketemukan, umumnya adalah setelah 3hari tidak ditemukan, penumpang kelas ekonomi akan menerima 5000 gold franc atau kira – kira sebesar US$ 300. Jika penumpang menolak maka ia harus membuktikan isi dan harga dari bagasinya, hal mana sulit dilakukan.
Sedangkan menurut protokol Guatemala 1971 menyatakan tanggung jawab pengangkut terbatas sampai US$ 100.000,- (9 – 3 – 1971). Indonesia meskipun mengirimkan delegasi ke konferensi itu tidak turut menandatangani, karena menganggap limit tanggung jawab sebesar 1.500.000 gold franc kira – kira US$ 100.000,- terlalu tinggi. Demikian pula Birma dan Malaysia. Jadi yang diberlakukan di Indonesia adalah perjanjian Warsawa 1929 dan Protokol Hague 1955.
Apabila ternyata bagasi penumpang tersebut tidak diketemukan maka pemandu harus segera membantu wisatawan menyelesaikan proses verbal dengan perusahaan penerbangan yaitu mengisi formulir laporan barang hilang. Biasanya jika barang ditemukan maka segera ditentukan kemana bagasi dikirim mengingat kemungkinan wisatawan telah meninggalkan kota tempat melapor. Jadi dalam formulir tersebut tercantum ke alamat mana barang dikirimkan.
Sedangkan kerugian yang timbul disebabkan barang tentengan perusahaan penerbangan hanya mengganti kerugian apabila penumpang dapat membuktikan adanya “wilful misconduct” (: keteledoran) pihak pengangkut. Pada hakekatnya barang tentengan adalah barang yang dibawah pengawasan penumpang sendiri. Besarnyapun sesuai dengan perjanjian Warsawa 1929 tidak boleh lebih dari 5000 gold franc betapapun tinggi nilai barang itu.
D. PROBLEMA KESEHATAN
Tidak jarang terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat memandu,seperti mangalami kejadian yang dapat mengganggu aktivitas perjalanan wisata, seperti kejadian :
- Wisatawan jatuh sakit
- Wisatawan mengalami musibah kecelakaan
- Wisatawan Meninggal Dunia
(1) Wisatawan Jatuh Sakit
Pada umumnya wisatawan dari Negara-negara Amerika,Eropa,dan Australia sangat hati-hati dalam berobat ke dokter, hal ini disebabkan karena mereka biasanya mempunyai dokter pribadi.
Karena itulah seringkali mereka membawa obat-obatan yang diberikan oleh dokternya masing-masing.Dengan adanya dokter pribadi dapat diketahui riwayat penyakit sehingga mudah mendiagnosa penyakit dengan melihat sebab akibat yang timbul dari bermacam-macam penyakit yang diderita seseorang.dengan demikian enggan untuk berobat ke dokter yang lain.Namun dalam keadaan darurat biasanya wisatawan yang jatuh sakit tunduk pada pemandu yang memberikan bantuan.
Biasanya wisatawan yang merasa kemungkinan penyakitnya akan kambuh membawa obat-obatan khusus dan membawa surat dari dokter pribadinya,untuk memudahkan atau referensi dokter lain yang menanganinya ketika penyakitnya kambuh.
Kesiapan Pemandu
- Menentukan dokter mana yang paling tepat untuk dihubungi
- Dalam buku telpon selalu tertulis nama,alamat,no telpon dokter umum atau spesialis.
Tindakan Pemandu
- Membawa wisatawan yang sakit dengan kendaraan lain kerumah sakit
- Membawa wisatawan yang sakit ke Dokter terdekat tanpa mengorbankan wisatawan lain.
- Menugaskan pimpinan perjalanan untuk melaksanakan perjalanan wisata
(2) Wisatawan terkena musibah kecelakaan
Mengalami peristiwa kecelakaan atas wisatawan baik karena bepergian sendiri pada waktu diluar pemanduan maupun dalam waktu pemanduan,adalah sepenuhnya menjadi kewajiban pemandu untuk membantu mengatasi persoalan kecelakaan ini.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah :
- Kecepatan memperoleh nomor telpon Palang Merah Indonesia guna memperoleh kendaraan ambulans,mencari rumah sakit terlengkap dan dokter yang tepat.
Hal kedua adalah :
- Menyelesaikan peristiwa kecelakaan dengan menghubungi pihak kepolisian,baik polisi lalu lintas ataupun poolisi keamanan.
Pada hal ini polisi lalulintas untuk menyelesaikan proses verbal peristiwa kecelakaan,sedangkan polisi keamanan yaitu untuk menyelesaikan proses verbal pengamanan barang-barang wisatawan yang dibawa saat kecelakaan terjadi.
Ini mutlak diperlukan guna untuk ganti rugi asuransi kecelakaan dan barang.
- Pemandu harus mengambil langkah cepat dengan mempersiapkan segala sesuatunya untuk mengurus kerugian yang dialami wisatawan yang kecelakaan,karena bias jadi wisatawan tersebut tidak sadarkan diri dan coma.
- Langkah selanjutnya adalah menghubungi biro perjalanan Negara asal wisatawan yang mengalami kecelakaan guna memberitahukan peristiwa tersebut kepada keluarga.
(3) Wisatawan Meninggal Dunia
Beberapa kasus meninggal wisatawan belakangan ini sering terjadi,seperti terseret arus ombak saat mandi dilaut,mengalami kecelakaan jatuh terperosok jurang saat melakukan perjalanan wisata ke gunung,serangan jantung saat menaiki tornado saat melakukan perjalanan wisata ke dufan dan masih banyak kerjadian lainnya.
Dalam hal ini pemandu harus menyelesaikan tugas-tugas proses verbal saja.
Pemandu harus menghadapi kenyataan wisatawan yang dipandunya meninggal,dan membantu wisatawan lain ddan keluarga yang ditinggalkan,pemandu menghubungi pihak biro perjalanan guna memberitahukan kepada keluarganya di Negara asal ia tinggal.
Pemandu juga menyelesaikan semua formalitas seperti :
· Visum er repertum dari dokter yang berwenang,yaitu dokter rumah sakit Negara atau dokter pemerintah.
· Proses verbal kepolisian dan pernyataan meninggal dunia
· Surat kematian dari lurah,diketahui kecamatan setempat
· Surat laporan kejadian oleh pemandu wisata.
Keputusan mengenai jenazah biasanya menunggu pihak keluarga,bisa direlakan keluarganya,dikuburkan ditempat kecelakaan,atau dapat pula dikirim kembali ke Negara asalnya . pengiriman jenazah menjadi tanggung jawab biro perjalanan yang berkewajiban mengirim dengan surat-surat lengkap yang diperlukan oleh Negara asal wisatawan,antara lain surat dari kedutaannya.
E. PROBLEMA KEHILANGAN
Kehilamgan barang bisa disebabkan berbagai hal :
1. Kecopetan.
Kecopetan tidak hanya terjadi di Indonesia, bahkan Paris dan New York pun, itu hal yang biasa. Biasanya wisatawan tidak hanya membawa uang dan travel cheque tapi juga passport dan dokumen perjalanan lainya. Apabila hal ini terjadi segera bantu dilapor pada polisi sekaligus minta dibuatkan proses verbal dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Ini sangat penting berhubung wisatawan memerlukan bukti kehilangan untuk penggantian kerugian pada maskapai asuransi.
a. Tiket Perjalanan Hilang
Pemandu segera melapor pada perusahan penerbangan yang bersankutan , dilampirkan surat laporan kepolisian. Jika saat di periksa benar bahwa tiket tersebut berasal dari penerbangan itu dan ada surat kepolisian yang menyatakan hilang. Maka airline dapat mengeluarkan tiket pengganti dan menyatakan tiket yang hilang tidak berlaku.
b. Paspor Wisata Hilang
Dengan bukti laporan Kepolisian wisatawan dapat memperolehpaspor pengganti atau laisser passer ( ijin perjalanan) Yang dikeluarkan kedutaan Negara wisatawan tersebut, dan dimintakan visum untuk mengunjungi Negara- Negara sesuai dengan rencananya. Apabila Negara asal wisatawan tidak mempunyai kedutaan, maka Negara yang ditunjuk mewakili kepentingan Negara asal wisatawan yang membuatnya.
c. Travel Cheque Hilang
Pembelian travel cheque selalu dilampiri daftar nomor urut yang dapat digunakan untuk peringatan penggunaan uang dan juga untuk daftar informasi apabila kemudian hari hilang atau dipakai oleh orang yang tidak berhak. Pada umumnya pada travel cheque terdapat dua tanda tangan pemilik. Satu tanda tangan dibuat di depan pejabat Bank yang membuat travel cheque tersebut. Sedang satu lagi pada saat yang bersangkutan menggunakan travel cheque itu untuk membayaran. Namun ada bank yang hanya mengsyaratkan satu tanda tangan saja yakni waktu ia hendak mempunyai contoh tanda tangan pemeggang. Dengan demikian bila ternyata palsu travel cheque tersebut ditolak penggunaanya. Apabila travel cheque hilang , laporkan nomor seri yang hilang dengan diketahui polisi, kemudian disampaikan kepada bank devisa (yaitu bank yang melayani penukaran uang asing ) untuk segera memberitahukanya ke segenap penjuru dunia. Jika hilangnya di Indonesia maka prioritas pemberitahuan hilang tersebut di seluruh bank devisa di Indonesia. Selanjutnya wisatawan melaporkan pula kehilangan tersebut secara langsung ke bank yang mengeluarkan travel cheque tadi.
d. Uang Kontan Hilang
Jika uang kontan ikut hilang akan sulit proses hukumnya, karena tidak ada hokum yang memberlakukan uang yang berlaku syah di Negara manapun.
2. Hilang Karena Jatuh di Jalan Atau Tertinggal.
Pemandu berusaha melacak kembaliapabila tidak juga ditemukan. Maka segera laporkan kepada polisi. Khususnya guna mendapatkan perlindungan dari asuransi.
3. Hilang Karena tertinggal dalam kendaraan wisata.
Hal ini jarang terjadi , tapi jika terjadi maka biro perjalanan pelaksana ikut terlibat dalam usaha pencarian tersebut. Kejadian ini tidak saja memberikan gambaran jelek terhadap perusahan angkutan namun juda gambaran pelaksanaan peraturan yang jelek.
F. PROBLEMA PERBELANJAAN
Masalah wisatawan belanja dapat dibicarakan dalam 2 segi,yaitu :
1. Masalah pengiriman barang belanjaan
2. Masalah komisi
Masalah pengiriman barang belanjaan
Pengiriman barang belanjaan dapat dilakukan dengan 3 cara, antara lain :
· Membayar kelebihan barang bagasi (excess baggage).
Dalam hal ini penumpang kelas utama dapat membawa barang dengan bebas paling banyak 30kg,sedangkan kelas ekonomi paling banyak 20kg.Kelebihan barang bagasi dapat dikenakan beban sebesar 1 %(satu persen) dari harga tiket kelas satu,menurut kg.Meskipun penumpang memegang tiket kelas ekonomi.
· Unaccompanied baggage.
ü Dalam hal ini barang belanjaan terlalu banyak,wisatawan sendiri sering tidak sanggup membawa sendiri sampai ia kembali ke negaranya. Apalagi jika perjalananya masih jauh.
ü Ia biasanya minta agar barang-barang itu dikirim langsung ke kota tempat tinggalnya.
ü Biasanya barang-barang tersebut milik pribadi dan bukan barang dagangan.
ü Pemandu dapat membantu mengatur pengiriman barang tersebut sebagai unaccompanied baggage.
ü Keuntungannya selain membuat wisatawan tidak kerepotan ialah biaya angkutnya hanya sebesar 50 % dari biaya barang kiriman.
ü Maksimun barang unaccompanied baggage ialah 75 kg,selebihnya dianggap sebagai kiriman barang (cargo)
· Cargo freight
Apablia wisatawan membeli sejumlah barang-barang demikian banyak sehingga lebih dari 100kg dan ada kepentingan komersial,maka barang tersebut tidak dapat dikirim sebagai unaccompanied baggage.barang tersebut harus dikirim sebagai barang kiriman dengan prosedur dan tarif sendiri.Pemandu dalam hal ini dapt menghubungi ekspedisi muatan kapal udara/eksportir yang terdaftar di kota yang bersangkutan.
Masalah Komisi
Bagaimanapun orang tidak bisa melepaskan kepentingan (vested interest )dari seseorang yang telah berbuat sesuatu yang berguna bagi kepentingan orang lain.Rasanya tidak berkeputusan polemic yang timbul dari masalah ini. Masalah ini berkaitan erat dengan hukum permintaan dan penawaran.
Biro perjalanan adalah merupakan perusahaan komisioner, Jadi merupakan,
ü Agen wisatawan dalam mengatur perjalanan wisata
ü Agen perusahaan penerbangan dalam menjual tiket perjalanan
ü Agen perhotelan dalam mencarikan orang menginap
ü Agen artshop dalam mencarikan pembeli
Besarnya komisi tergantung dari hukum permintaan dan penawaran itu tadi.Dalam Negara dimana persaingan demikian berat,antara perusahaan penerbangan saling bersaing memberikan potongan dan komisi yang besar. Demikain pula perusahaan perhotelan saling bersaing memberikan rabat dalam masa sepi wisatawan. Artshop maupun para produsen kerajinan tidak terlepas dari kondisi demikian.
Apabila pertumbuhan artshop dan produsen kerajinan demikian pesat sehingga tidak sebanding dengan wisatawan yang datang berbelanja,maka timbulah persaingan yang berat. Jangankan kepada pemandu wisata,pengemudi kendaraan,pengemudi becak pun diberikan komisi agar dapat menarik wisatawan berbelanja di tokonya.
Adalah tidak bisa diterima apabila pihak artshop atau produsen tidak memberikan komisi kepada orang yang telah berjasa membawakan pembeli bagi usahanya.
Sementara itu peraturan tidak membenarkan pramuwisata untuk menerima komisi karena sebenarnya adalah hak dari Biro perjalanan sabagai biro jasa dan Pemandu adalah orang yang bekerja untuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar